Namun setelah dua tahun dari konferensi itu, sepertinya warisan otoritarian tidak lagi memadai untuk menjelaskan loyonya perangkat politik dan pemerintah dalam menjalankan demokrasi. Cara pandang yang menilai tersendatnya demokrasi disebabkan oleh warisan otoritarian semata tidak mampu menjawab masalah-masalah kekinian yang tidak bisa langsung dilihat hubungannya dengan masa lalu. Artinya, perlu penggeledahan dan konfrontasi analisis yang jauh lebih dalam mengenai cara melihat dan memahami kenyataan-kenyataan dan persepsi yang berkembang sekarang ini, melalui pemahaman yang lebih komprehensif terhadap relasi-relasi modal dan kekuatan-kekuatan politik. Persoalan-persoalan relasi sosial semacam inilah yang membentuk struktur kekuatan dan kekuasaan modal di berbagai bidang kehidupan. Pertanyaan yang ingin dijawab kemudian adalah aspek-aspek penting apa yang membuat tirani modal menjadi seperti tak terpisahkan dari demokrasi Indonesia dewasa ini?
Permasalahan
Untuk bisa melihat adanya keterkaitan antara warisan otoritarian dan selubung demokrasi konsep tirani adalah konsep yang paling tepat. Maka dari itu tema besar yang hendak diusung dalam konfrensi kali ini adalah “Demokrasi Indonesia di Bawah Tirani Modal”. Persoalan Tirani Modal inilah yang absen dari perbincangan selama reformasi berjalan sedari 1998. Apa lagi mengeledah hubungan antar otoritarianisme, demokrasi dan modal secara lebih rinci. Menjelang 10 tahun reformasi, aspek modal ini harus menjadi perhatian utama dalam menilai kualitas kehidupan demokrasi dan mutu dari perangkat politik dan negara di Indonesia.
Kekuasaan Modal yang dimaksud di sini tidak terbatas hanya pada soal modal dalam pengertian ekonomi semata atau kekuasaan bisnis yang terlalu besar. Ini berkait juga dengan persoalan, reproduksi kekerasan, kemiskinan, pendidikan, kesehatan, dan hal lain yang berkaitan dengan hajat hidup orang banyak. Artinya, modal dalam pengertian relasi-relasi sosial yang membentuk struktur kekuatan dan kekuasaannya.
Unduh Artikel dibawah ini