Melemahnya daya penegakan hak asasi manusia : Hutang, Kemiskinan dan Kekerasan
Tahun 2003 memperlihatkan kecilnya daya politik rejim Megawati dalam mendorong penghormatan dan penegakan hak asasi manusia. Pilihan kebijakannya di bidang politik dan ekonomi yang bersifat respon terbatas, demi stabilitas politik yang terbatas pula, sering kali di luar pertimbangan perlindungan hak asasi manusia. Akibatnya masyarakat Indonesia masuk dalam keadaan-keadaan hak asasi manusia yang sulit secara politik.
Pemerintah maupun parlemen hanya mampu menjawab tuntutan demokrasi melalui produksi undang-undang, tetapi belum mampu melucuti birokrasinya. Dalam konteks politik lebih luas, reformasi konstitusional, termasuk di dalamnya menyangkut hubungan legislatif dan eksekutif menjadi lebih penting dari pada pembersihan di tubuh eksekutif (reformasi kelembagaan). Orang orang yang diduga harus mempertanggung-jawabkan perbuatan pelanggaran hak asasi manusia ternyata justru diberi jabatan publik yang penting. Hal ini memperlihatkan tidak saja lemahnya itikad pemerintah dan lembagalembaga negara untuk menyelesaikan pelanggaran hak asasi manusia tetapi terjadi macetnya reformasi kelembagaan. Sementara itu kejadian pelanggaran hak asasi manusia seolah tidak dapat dihentikan.
Kondisi tersebut di atas terlihat jelas dengan adanya dua situasi yang bertentangan satu sama lain. Di satu sisi berlangsung tindakan-tindakan justice terhadap pelaku pelanggaran hak asasi manusia melalui proses Pengadilan HAM ad hoc kasus Timor Timur dan Tanjung Priok, yang merupakan pelaksanaan dari UU 26/2000. Tetapi tindakan ini tidak memiliki dukungan politik yang kuat. Hasilnya, pengadilan ini tidak berhasil menjalankan fungsi politik mendorong proses konsolidasi demokrasi. Bahkan pengadilan kembali dilihat sebagai alat cuci tangan pelaku.
Di lain pihak, telah digelar operasi besar-besaran di Aceh yang merupakan pelaksanaan keputusan presiden, yang sangat mengedepankan pendekatan militeristik yang represif, dan berpotensi melahirkan kekerasan yang sistematik dan meluas. Keputusan ini mendapat dukungan politik begitu besar, baik berupa pernyataan moral maupun dukungan dana, terutama dari birokrasi dan aparatus pemerintahan.
Sementara itu, kebijakan pemerintah di bidang pembangunan ekonomi tidak berpihak pada orang miskin Tujuan-tujuan singkat pemulihan ekonomi secara sistematik telah memperlemah daya implementasi tindakan keadilan maupun daya perjuangan rakyat. Ekonomi Indonesia, untuk pemulihannya memilih jalan kekerasan ekonomi. Tujuan singkat ekonomi telah diperjuangkan melalui praktek pemiskinan, pemerasan dan kekerasan. Lebih jauh, anggaran belanja negara memperlihatkan anggaran kesejahteraan umum yang lebih kecil dari anggaran militer. Hal ini menegaskan anggapan bahwa pemulihan ekonomi Indonesia ternyata coba dicapai dengan memperbesar kemampuan aparatur keamanan dari pada peningkatan kesejahteraan warganya.
Lembaga Studi dan Advokasi Masyarakat (ELSAM) dalam “catatan awal tahun” ini akan menunjukan bagaimana tindakan justice dan reformasi kebijakan telah secara sistematik dilemahkan oleh gagalnya menjalankan reformasi kelembagaan dan meluasnya tindakan pelanggaran hak asasi manusia secara sistematik. Jika hal itu terus terjadi sepanjang tahun mendatang, bisa dipastikan bahwa tidak mudah lagi ditemukan tindakan justice maupun mekanismenya yang menjamin penegakan hak asasi manusia di tahun 2004.
Untuk membaca laporan ini, silakan klik http://perpustakaan.elsam.or.id/index.php?p=show_detail&id=1389&keywords=