Indonesia pernah menerapkan tipe Intelijen Politik, Militerisasi Intelijen,ataupun Negara Intelijen. Namun, meski reformasi di segala bidang dan demokratisasi sudah mulai  menggeliat dalam kurun waktu 10 tahun terakhir ini, kita belum merasakan adanya perubahan tipe intelijen Indonesia dari Intelijen Politik ke Intelijen Demokratik. Tengok saja apa yang terjadi di Indonesia pada kurun waktu tersebut, praktek intelijen hitam masih terus berlangsung, seperti penculikan para aktivis pada 1997-1998, pembunuhan aktivis HAM Munir pada 2004 dan masih kentalnya praktek-praktek intelijen untuk kepentingan rejim yang se- dang berkuasa. Semua itu dilakukan atas nama “keamanan negara”, walau tak jelas apa definisi dari “keamanan negara” itu. Secara keseluruhan, cara pandang intelijen negara mengenai ancaman juga belum berubah, walau lingkungan strategis Indonesia sudah jauh berubah dibandingkan dengan pada 1965. Simak saja istilah ancaman yang datang dari : “Ekstrem kiri”, “Ekstrem Tengah”, “Ekstrem Kanan” dan ”ekstrem lain-lain ” yang masih terus digunakan walau demokrasi sudah semakin melembaga di bumi nusantara. Intelijen negara kita masih belum menuju pada intelijen yang professional.

Artikel ini menjelaskan seputar reformasi intelijen Indonesia yang masih jalan ditempat