Meluasnya dukungan gerakan tuntutan keadilan agraria di Indonesia upaya penyelesaian sengketa agraria mulai bergulir. Pada awal Oktober 1998 ditandatangani kesepakatan antara pihak masyarakat Jenggawah dengan PTPN X mengenai: (i) Pemerintah melepaskan status HGU untuk kemudian diberikan kepada masyarakat; (ii) adanya kerjasama dalam bentuk kemitraan antara pihak masyarakat dengan PTPN X. Pelepasan HGU tersebut kemudian dilanjutkan dengan mekanisme sertifikasi atas kepemilikan tanah. Badan Pertanahan Nasional (BPN) Kabupaten Jember, mulai dari proses pengukuran, inventarisasi, sampai diterbitkannya Surat Keterangan Pendaftaran Tanah (SKPT). Sebagai institusi yang berwenang mengeluarkan sertifikat, BPN melakukan beberapa tahapan penyuluhan persiapan pelaksanaan inventarisasi, pengukuran tanah dan pendaftaran subyek penerima manfaat. Pada bulan April 1999 semua tahapan sertifikasi dimulai prosesnya oleh BPN Jember. Melalui proses administrasi yang berbelit dan terkadang masih menyisakan benturan kekerasan dengan pihak perkebunan, pada akhirnya sertifikat bisa diterima oleh masyarakat pada tahun 2001. Kendati telah menerima sertifikat, akan tetapi masyarakat Jenggawah masih merasa adanya ganjalan terhadap hasil le galisasi tersebut. Sertifikat yang diterima oleh masyarakat masih harus menerima beberapa beban yang masih harus ditanggung, yang itu dikeluarkan oleh BPN Jember. Adapun beban tersebut adalah: (i) pe- megang sertifikat tidak bisa mengalihkan hak tanahnya kepada orang lain; (ii) pemegang sertifikat tetap menyewakan tanahnya kepada PTPN X; dan (iii) mematuhi perjanjian kemitraan yang telah disepakati. Bagi masyarakat ketentuan tersebut jelas menyimpang dari UUPA 1960, pasal 20 ayat 1 dan 2 di- mana hak milik merupakan hak tertinggi dan bagi pemegangnya berhak untuk mengalihkan kepada pihak lain. Pada titik ini sebenarnya telah terjadi pergeseran gagasan yang sebelumnya berkisar pada perjuangan keadilan agraria berubah menjadi tuntutan legal formal kepemilikan hak atas tanah semata. Rupanya upaya sertifikasi kepemilikan atas tanah juga menjadi salah satu skema dari Pemerintah untukmenyelesaikan konflik agraria yang telah berkepanjangan.
Artikel ini menjelaskan tentang tentang perjuangan agraria masyarakat Jember. Potret ini terlihat jelas mengenai situasi penguasaan sumber-sumber agraria di Jember. Suatu gagasan sertifikasi yang dilakukan tanpa dasar reforma agraria pada dasarnya masih meletakkan tanah sebagai komoditas yang bisa menghasilkan akumulasi kapital. Gagasan ini mudah sekali terjebak pada pasar tanah, karena setelah redistribusi tanah ke masyarakat dilepaskan tanpa mekanisme pengelolaan dan pemanfaatan sumber-sumber agraria yang tanpa arah. Akibatnya tanah yang telah diredistribusi banyak hilang karena alih fungsi lahan karena peruntukan selain pertanian.