Politik  identitas semakin menguat ditengah paradoks  globalisasi  dan  politik  internasionalisme. Politik identitas  berakar  pada  primordialisme. politik  identitas  selalu merayakan  konflik  baik  bersiafat  vis-à-vis  maupun  dialektik.  Merayakan  konflik  berarti mendefinisi  Diri  (Self)  sebagai  Yang  Sama  dan  Yang  Lain.  Yang  Sama  selalu  bermakna mayor,  sementara  Yang  Lain  selalu  bermakna  minor.  Itulah  watak  superior.  Tetapi  bisa  juga sebaliknya,  dan  itulah  watak  inferior.

Politik  identitas  selalu  berada  di  rentang  keteganganantara  superior  dan  inferior,  antara  Yang  Sama  dan  Yang  Lain,  antara  mayoritas  dan  minoritas. Politik  identitas  seolah  menemukan  kekuatannya dalam  politik  teori  pluralisme. Dalam  politik teori  pluralisme,  keberadaan  minoritas  berubah  dari  didiamkan  dan  dinafikan  menjadi dipertanyakan sekaligus diperjuangkan.

Tulisan ini mencoba melihat posisi dan status minoritas dalam pluralisme. Di satu sisi tilikanterhadap  posisinya  ditempatkan  dalam  kerangka  pluralitas,  tetapi  di  sisi  lain  pluralisme menjadi  pisau  analitisnya.  Analisis  itu  dibimbing  oleh  suatu  semangat  emanisipatoris,  yang kita namakan politik pembebasan.