Di Aceh Aliran sesat adalah “aib besar” bagi syariat Islam Aceh, begitulah kalimat-kalimat yang dapat segera kita tangkap ketika ada pemberitaan media.Lahirnya sebuah fatwa sesat, mestilah dilihat secara kritis dan radix (sampai keakar-akarnya), banyak perpaduan disitu, Tulisan ini mengkritisi lembaga lembaga seperti Majelis Permusyawaratan Ulama (MPU), Mahkamah Syariyah, Dinas Syariat Islam yang belum memainkan peran sebagai institusi yang mengawal syariat Islam secara mencerahkan, yang ada justru semakin memperlebar jurang segregasi sosial dimasyarakat dengan mengutamakan penegakan syariat secara rigid dan menjauh dari akar persoalan keummatan yang melahirkan tuduhan-tuduhan, bagaimana mengelola perbedaan paham, tafsir diinternal Islam belum mendapatkan perhatian bagi MPU Aceh. MPU dan beberarap lembaga lain mestinya tidak hanya dengan menggunakan satu pendekatan saja yaitu normatif-teologis, fatwa juga harus dilihat dan ditelaah berdasarkan dampak dan potensi yang akan ditimbulkan pasca fatwa tersebut dihadirkan atau lebih tepat “dipaksakan” hadir diruang publik, ruang yang tidak bisa netral sama sekali, karena akan banyak sekali relasi-kuasa yang bermain. Pemerintah Aceh mestinya memberikan batasan tegas secara normatif, mengenai mekanisme dan wewenang fatwa sesat ini, MPU hanya menentukan kriteria-kriteria saja, bentuk-bentuknya saja kemudian diarahkan kepada pemerintah dan pemerintah provinsi yang memutuskan.
GDE Error: Requested URL is invalid