Pengadilan anak menurut UU No. 3 Tahun 1997 tentang Pengadilan Anak merupakan pengkhususan dari sebuah badan peradilan, yaitu peradilan umum untuk menyelenggarakan pengadilan anak. Akibatnya dalam pengadilan tidak mencerminkan peradilan yang lengkap bagi anak, melainkan hanya mengadili perkara pidana anak. Tujuan dari sistem peradilan pidana yakni resosialiasi serta rehabilitasi anak (reintegrasi) dan kesejahteraan sosial anak tidak melalui keadilan restoratif dan diversi tidak menjadi substansi undang-undang tersebut. Akibatnya perkara anak, meskipun hanya melakukan tindak pidana ringan harus menghadapi negara vis a vis melalui aparat penegak hukum. Anak dipersonifikasikan sebagai orang dewasa dalam tubuh kecil sehingga kecenderungannya jenis sanksi yang dijatuhkan pada perkara anak masih didominasi sanksi pidana dari pada sanksi tindakan. Konsekuensi logisnya, jumlah anak yang harus menjalani hukum di lembaga pemasyarakatan semakin meningkat.

Keberadaan UU No. 3 Tahun 1997 tentang Pengadilan Anak apabila dikaji secara substantif, belum sepenuhnya dapat dikategorikan sebagai hukum pidana anak materiil pada satu pihak dan sebagai hukum acara pidana anak pada lain pihak. Hal ini dapat dilihat dari hubungan antara UU ini dengan Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) dan Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP) merupakan hubungan hukum khusus dan hukum umum, UU No. 3 Tahun 1997 tentang Pengadilan Anak merupakan hukum khusus (lex specialis) dan KUHP dan KUHAP merupakan hukum umum (lex generalis). Hubungan ini mengandung arti bahwa asas-asas dan ajaran-ajaran hukum pidana yang terkandung dalam KUHP14 dan KUHAP pun tetap berlaku untuk Pengadilan Anak.